Keyakinan Imam Mahdi Keyakinan Umat Islam

Keyakinan Imam Mahdi

 Keyakinan Umat Islam

Bag I

                                                                     Kepemimpinan

Pendahuluan

Manusia diberikan akalnya oleh Allah untuk berpikir mencari hakikat hidup ini. Dari mana kita hidup, bagaimana caranya hidup dan hendak kemana kita hidup. Pertanyaan itu selalu timbul dalam benak manusia yang tak kan pernah putus kecuali mencari jawabannya. Allah Maha Penyayang dan Pengasih, serta Maha Pemberi Petunjuk, tidak mungkin kebutuhan manusia tersebut tidak Allah sediakan di muka bumi ini sebagai konsekwensi dalam penciptaan manusia. Oleh sebab itu diutuslah para nabi as sebagai pembimbing manusia dan mengajarkan kebagaimanaan dalam hidup yang selaras dengan fitrah yang Allah ciptakan supaya kehidupan ini lebih baik bukan lebih merusak.

Para nabi tersebut membimbing setiap ummatnya di setiap zaman, sampailah kepada nabi terakhir rasulullah saww. Muhammad saww adalah manusia suci nabi terakhir yang disebutkan dalam kitab-kitab samawi sebelumnya sebagai nabi yang luhur dan mulia, sebagai nabi rahmatan lil’alamin yang berlaku syariat dan ajarannya sampai akhir Zaman. Namun apakah yang harus terjadi dan akan terjadi di zaman setelah nabi saww wafat. Apakah berhenti kepemimpinan Ilahi atau tidak. Sebagian berpendapat kepemimpinan dikembalikan kepada masyarakat melalui syura sehingga hilanglah disini ciri khas kepemimpinan ilahi. Yang kedua justru Allah sendirilah yang menunjuk langsung orang tersebut, walaupun bukan berupa nabi.

Kalau kita melihat dari sudut pandang akal kita. Kita akan bertanya2 bagaimana kebutuhan kepemimpinan terputus hanya karena wafatnya rasulullah saww. Kebutuhan tersebut akan terus berlanjut sampai zaman sekarang sampai akhir zaman, buktinya seluruh golongan manusia mencari2 bentuk ideal dengan kepemimpinan ideal yang dipikirkannya. Terbentuklah golongan-golongan menurut versinya. Sekarang apakah Allah memberikan versi tersendiri mengenai kepemimpinan tersebut?

Bagaimana dengan sifat Allah yang Maha Pemimpin, apakah Allah pemimpin LAngit dan tak punya kekuasaan di bumi, atau tidak berusaha memberikan solusi akan kepemimpinan di bumi menurut versiNya, ataukah Allah acuh tak acuh dan tak peduli dengan seluruh masalah kepemimpinan di bumi.

Sungguh hal tersebut jauh dari sifat Allah yang Maha berkehendak dan maha Raja yang merajai seluruhnya. JIkalau kita analogikan seseorang itu super raja di sebuah daerah maka tak mungkin dia membiarkan tanah yang dirajainya dibiarakn oleh musuhnya, oleh sebab itu musti seluruhnya di bawah kerajaannya. Sehingga baik itu di jaman para nabi atau setelahnya sampai dimana masih adanya dunia ini maka suatu kemestian bahwa Allah memberikan dan menyisyaratkan memperhatikan dengan menunjuk dan mengutus orang-orang pilihan sebagai khalifahnya di muka bumi ini.

Sebuah misal kecil yang terjadi di sebuah pesantren , ketika seorang muridnya bertanya kepada ustadnya : JIkalau Anda meninggal atau pergi ke tempat lain dan tak mungkin kembali lagi siapa yang akan kau lakukan dengan pesantren besar ini , maka mejawab sang ustad : Jelas musti saya akan mengutus wakil yang ahli minimal seperti saya yang bisa memimpin dan mengelola pesantren ini kalau tidak seperti itu maka pesantren ini akan bubar. Maka bertanya lagi murid: Urusan pesantren saja bisa seperti ini bagaimana rasulullah saww yang mengurusi seluruh urusan muslimin di duni dan akhirat, tak mungkin sang nabi membiarkan begitu saja dan tak mengamanatkan untuk mengutus wakil setelahnya.

Kepemimpinan akhir zaman merupakan bagian fenomena yang ada di dalam masyarakat, setiap orang berpendapat dengan pendapat masing-masing. Bagi yang tidak meyakini kepemimpinan itu berasal dari Allah SWT mereka terbagi dalam beberapa golongan pemikiran ada yang menyatakan SEKULER, artinya kepemimpinan urusan manusia dan agama hanya mengurusi fiqih ibadah pribadi saja, ada juga SEKULER jenis kedua mereka mengakui bahwa kepemimpinan itu harus islam akan tetapi tidak ada hubungannya dengan Tuhan yang memilih atau tidak, kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan menurut pilihan manusia. Sedangkan yang meyakini bahwa kepemimpinan ilahiah adalah Allah sendiri yang menunjuknya maka konsekwensinya tak ada hak bagi manusia dalam masalah ini kecuali Allah SWT.

إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ

Sesungguhnya segala urusan itu haq Allah.

Adapun kenyataannya masih banyak pemikiran kita yang keliru atau mengikuti kekeliruan orang lain dengan taqlid buta tak beralasan mengenai kebutuhan pribadinya akan kepemimpinan, terutama di zaman sekarang dan dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu mari kita coba gali lebih lanjut beberapa sumber-sumber yang sahih dari Quran dan hadits nabi mengenai kepemimpinan ini , terutama yang ada hubungannya dengan kepemimpinan akhir zaman sebagai feedback kepemimpinan di awalnya.

 

A. Alquran menyebutkan hal kepemimpinan

1. Khalifah.

وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih memuji Engkau dan mensucikan  Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”[1]

Diatas dikatakan bahwa Allah ternyata berkehendak mengutus khalifahnya di muka bumi, dan DIA sendiri lah yang menjadikan pemimpin itu bukan orang lain.  إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ  , Ja’il dengan bentuk isim fa’il yang artinya aku menjadikan (penjadi).

 

 

2. Imamah

وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْنَ

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu ia menunaikannya (dengan baik). Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “Dan dari keturunanku (juga)?” Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.[2]

Kata Ja’iluka artinya menandakan bahwa yang menjadikan kepemimpinan adalah Allah. Ditambah lagi disana kata kunci terhadap keturunannya yang beriman artinya yang tidak zalim, artinya para imam setelah nabi Ibrahim adalah keturunannya yang tidak zalim.

3. Wali

إِنَّما وَلِيُّكُمُ اللهُ وَ رَسُولُهُ وَ الَّذينَ آمَنُوا الَّذينَ يُقيمُونَ الصَّلاةَ وَ يُؤْتُونَ الزَّكاةَ وَ هُمْ راكِعُونَ

Sesungguhnya pemimpinmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam kondisi rukuk.[3]

Dalam riwayat dijelaskan bahwa ayat ini turun mengenai Imam Ali. Tapi pada dasrnya kita bisa melihat bahwa kata إِنَّما  mengandung arti hasr artinya hanyalah, sehingga disini bisa dilihat bahwa Allah mengisyaratkan kepemimpinan tersebut adalah orang yang beriman menurut versi Allah.

 

4. Amiril Mukminin

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا أَطيعُوا اللهَ وَ أَطيعُوا الرَّسُولَ وَ أُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri (para washi Rasulullah) di antara kamu.[4]

Ayat ini menjelaskan bentuk ketaatan tanpa syarat . Kalau kita melihat diatas huruf waw diatas merupakan huruf athaf yang menyambungkan kata sebelumnya, sehingga ketika kita perhatikan perintah Allah untuk taat kepada dirinya dan rasulnya dan amiril mukmini merupakan ketaatan tanpa syarat. Sekarang siapakah selain rasul yang berhak ditaati tanpa syarat. Jelas tak mungkin orang biasa yang pernah berbuat salah, minimal mereka memiliki derajat kesucian dalam menjaga ilmu dan akhlaq sehingga perintah ketaatan tersebut cocok baginya, dan ditunjuk olehNya.

Ayat tersebut selaras dengan hadits

مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِى فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ عَصَى أَمِيرِى فَقَدْ عَصَانِى[5]

Barang siapa yang taat kepada ku maka dia taat kepada Allah , barang siapa yang bermaksiat kepada ku maka ida bermaksiat kepada Allah, Barang siapa yang taat kepada Amiri maka dia taat kepada ku dan barang siapa yang bermaksiat kepada amir ku (walik nya) maka dia bermaksiat kepadaku.

banyak ayat lain yang menggambarkan hal masalah kepemimpinan yang dimana ayat-ayat diatas saling menjelaskan mengenai kepemimpinan tersebut.satu ayat berhubungan dengan ayat lainnya atau dalam istilah dikenal dengan tafsir quran bil quran.

B. Al-Quran menyebutkan setiap manusia ada Imamnya

 

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُناسٍ بِإِمامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتابَهُ بِيَمينِهِ فَأُولئِكَ يَقْرَؤُونَ كِتابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتيلاً

(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan (Imam)pemimpin mereka; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.[6]

Ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya bahwa yang menjadikan pemimpin di muka bumi adalah Allah dan Allahlah yang mengurusi dan menunjuk Imam kepada setiap zaman selama manusia hidup.

 

Bersambung…

 

 

 

 

 


[1]  (al-Baqarah: 30)

[2] Al-Baqarah -124

[3] Al-Maidah 55

[4] An-Nisa 59

[5] Sunan Nisai bab Targhib fi tha’atil mam

[6] Al-Isra 71

Tinggalkan komentar